Kesehatan – Sabtu malam lalu (22/12), masyarakat Indonesia kembali diselimuti duka karena terjadinya bencana tsunami di Selat Sunda yang menghantam Banten (khususnya sekitar Pantai Anyer, Serang , dan Kabupaten Pandeglang) hingga Lampung Selatan. Saat artikel ini ditulis, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 281 orang meninggal, 1.061 luka-luka, dan 57 hilang. Korbannya tak hanya orang dewasa, tapi juga anak-anak. Nah, anak-anak yang menjadi korban bencana alam kerap diintai trauma. Bagaimana cara mengatasinya?
Tanda trauma pada anak korban tsunami:
Biasanya anak-anak lebih rentan mengalami trauma karena kondisi psikis mereka yang belum sekuat orang dewasa. Adapun gejala trauma pada anak akibat bencana alam, termasuk tsunami, antara lain:
-
Bisa terkesan tenang
Tak selalu menangis atau berteriak histeris. Anak yang mengalami trauma juga bisa tampak tenang. Nah, respons anak-anak yang tenang ketimbang histeris lebih berpotensi untuk mengalami trauma. Sebab, respons histeris sejak bisa membantu mereka meluapkan emosi sejak awal.
-
Mulai berpikir tentang kematian dan keselamatan secara berlebihan
Menurut seorang psikolog dari Child Mind Institute, Dr. Jerry Bubrick, anak-anak yang trauma terhadap bencana alam akan sering memikirkan dan mengingat kembali hal-hal buruk yang pernah menimpanya. Mereka juga cenderung lebih fokus terhadap kematian dan lebih peka atau tanggap secara berlebihan dalam hal keselamatan dirinya.
-
Mengalami masalah tidur, makan, dan emosi
Anak-anak yang mengalami trauma biasanya akan kesulitan tidur, sering mimpi buruk, tidak mau makan, menjadi sering cemas, obsesif, serta sulit berpisah dengan orang-orang di sekitarnya karena takut kehilangan lagi.
-
Takut air
Anak yang menjadi korban tsunami bisa menjadi takut terhadap air, khususnya saat ia berhadapan dengan kolam renang atau di pinggir laut.
Cara mengatasi trauma pada anak korban tsunami:
Jika anak Anda atau anak-anak di sekitar Anda tampak mengalami trauma akibat bencana alam tsunami, beberapa cara di bawah ini bisa dilakukan untuk membantu mengalami trauma yang mungkin dideritanya.
-
Habiskan waktu bersama anak
Langkah pertama yang bisa Anda lakukan tidak membiarkannya seorang diri. Sebisa mungkin, habiskan waktu bersamanya dengan menemaninya tidur, makan, mengajaknya bercanda, dan bermain bersama. Sehingga, ia tidak merasa terlalu kesepian. Anak yang merasa kesepian cenderung punya pikiran-pikiran buruk yang sulit dikontrol dan terkadang bisa berujung pada tindakan bunuh diri.
-
Ajak mereka bicara dari hati ke hati tetang bencana dan kehilangan
Setelah mereka tidak lagi merasa ketakutan dan kesepian, manfaatkan kesempatan itu untuk berbicara dengannya dari hati ke hati. Gunakan kalimat yang sederhana, dengan tutur kata yang lembut dan sabar, lalu jelaskan bahwa bencana alam (tsunami atau bencana alam lainnya) tak bisa dikontrol oleh manusia.
Ajarkan mereka untuk bisa ikhlas. Jika ada anggota keluarga atau temannya yang meninggal atau hilang karena tsunami, jangan katakan bahwa Anda mengerti perasaannya, terlebih jika Anda tak kehilangan siapa pun akibat bencana. Lebih baik katakan bahwa apa pun yang terjadi, Anda akan selalu ada untuknya dan siap untuk menolongnya. Sehingga, rasa kehilangan yang dideritanya tidak akan terlalu “membunuhnya” karena ia merasa memiliki orang yang bisa dipercaya.
-
Minimalkan paparan media
Untuk sementara waktu, usahakan agar anak tidak sering mengakses media sosial ataupun televisi yang didominasi berita seputar bencana. Jangan sampai anak menyaksikan video atau foto korban, rekaman gambar seputar bencana, atau rusaknya bangunan. Ini penting agar anak tidak kembali sedih dan mengingat kembali peristiwa yang membuatnya trauma. Ketika emosi si Kecil lebih stabil dan pemberitaan di media sudah tidak heboh lagi, mungkin Anda bisa menemaninya saat dia mengakses berita.
-
Jika anak mengalami cedera fisik, obat dulu cederanya tersebut
Daya hantam tsunami bisa merobohkan bangunan. Anak bisa tertimpa reruntuhan, atau terhantam puing-puing yang terbawa ombak. Jika anak mengalami cedera fisik akibat tsunami, prioritaskan untuk mengobati luka fisiknya, baru beralih ke kondisi psikisnya.
-
Ajarkan anak tentang antisipasi bencana
Jika kondisi anak sudah stabil, Anda perlahan bisa mengajarkannya mengenai antisipasi bencana yang konkret. Pengetahuan ini dapat melindungi kelak di masa mendatang, apalagi jika anak tinggal di lingkungan yang diketahui rawan bencana.
Dalam membantu mengatasi trauma anak korban tsunami Selat Sunda di Banten di Lampung, Anda tak boleh terburu-buru. Setiap anak membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Apabila setelah melakukan cara-cara di atas kondisi anak tak tampak membaik, atau justru memburuk, mintalah bantuan ke psikolog anak agar traumanya tak berkembang menjadi depresi berat, yang dapat berujung pada tindakan bunuh diri. (rn/rvs)